agvi

agvi
love

Kamis, 27 Oktober 2011


Asuhan Keperawatan(askep)klien dengan bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)

Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.

Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)

Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)


PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
6. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
7. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)




MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
8. Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
· Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
· Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
· Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
· Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
9. Pemeriksaan Radiologi
· Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
· Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
10. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
11. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
12. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
13. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
14. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
15. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI
16. DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson.
(1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC


Download Askep lainnya..

agvilove@gmail.com





Defenisi
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.

Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus :

a. Hidrocephalus Non – komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus)
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.

b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus)
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)

c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

II. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis

a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam.
Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)
2). Parenchym otak
3). Arachnoid

b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri.
Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.

III. Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow).
Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

IV. Etiologi dan Patologi
Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal Hidricephalus)
Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP.
Type lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama – sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya.

V. Tanda dan Gejala
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela.
Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.
Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

VI. Diagnosis
 CT Scan
§
 Sistenogram radioisotop dengan scan .
§

VII. Perlakuan
 Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular, ventrikuloperitoneal)
§ shunt
§ Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan kedalasm ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium diaman akan terjadi absorbsi kelebihan CSF.

VIII. Penatalaksanaan Perawatan Khusus
Hal – hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post – operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut :
1) Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi.
2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa.
3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan.
4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan.
5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.
Hidrocephalus pada Anak atau Bayi
Pembagian :Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ;
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
- Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
- Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..
Penyebab sumbatan ;
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak ;
1. Kelainan kongenital
2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis )
3. Neoplasma
4. Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
2. Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF.
Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Manifestasi klinis
1. Bayi ;
- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
- Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
- Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial;
• Muntah
• Gelisah
• Menangis dengan suara ringgi
• Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
- Peningkatan tonus otot ekstrimitas
- Tanda – tanda fisik lainnya ;
• Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.
• Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
• Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
• Strabismus, nystagmus, atropi optik.
• Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- Nyeri kepala
- Muntah
- Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
- Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
- Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
- Strabismus
- Perubahan pupil.


1. PENGKAJIAN

1.1 Anamnese
1) Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
2) Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.

1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
 Anak dapat melioha keatas atau tidak.
§
 Pembesaran kepala.
§
 Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
§
2) Palpasi
 Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
§
§ Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata
 Akomodasi.
§
 Gerakan bola mata.
§
 Luas lapang pandang
§
 Konvergensi.
§
 Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
§
 Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
§


1.3 Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
 Peningkatan sistole tekanan darah.
§
 Penurunan nadi / Bradicardia.
§
 Peningkatan frekwensi pernapasan.
§
1.4 Diagnosa Klinis :
 Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
§
 Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
§
 Opthalmoscopy : Edema Pupil.
§
 
CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.§
 Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.§


2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

2.1 Pre Operatif
1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Intervensi :
 Jelaskan Penyebab nyeri.§
 Atur posisi Klien§
 Ajarkan tekhnik relaksasi§
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik§
 Persapiapan operasi§

2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
 Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.§
§ Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak.
§ Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.
3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Intervensi :
 Kaji tanda – tanda kekurangan cairan
§
 Monitor Intake dan out put
§
 Berikan therapi cairan secara intavena.
§
 Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.
§
 Monitor tanda – tanda vital.
§
2.2 Post – Operatif.
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
 Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
§
§ Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.
 
Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.§
 
Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.§
 Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
§
 Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya
§
2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Intervensi :
 Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
§
 Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
§
 Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
§
 Monitor therapi secara intravena.
§
 Timbang berta badan bila mungkin.
§
 Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
§
 Berikan makanan ringan diantara waktu makan
§
3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.
Intervensi :
 Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.
§
 Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan
§
 Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.
§
 Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.
§
4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
 Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
§
 Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
§
 Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
§
 Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan.
§

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

Download Askep lainnya..







VERTIGO


A. Pengertian

Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Dari (http://www.kalbefarma.com).


B. Etiologi

Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :
  1. Lesi vestibular :
    • Fisiologik
    • Labirinitis
    • Menière
    • Obat ; misalnya quinine, salisilat.
    • Otitis media
    • “Motion sickness”
    • “Benign post-traumatic positional vertigo”
  2. Lesi saraf vestibularis
    • Neuroma akustik
    • Obat ; misalnya streptomycin
    • Neuronitis
    • vestibular
  3. Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal
    • Infark atau perdarahan pons
    • Insufisiensi vertebro-basilar
    • Migraine arteri basilaris
    • Sklerosi diseminata
    • Tumor
    • Siringobulbia
    • Epilepsy lobus temporal
Menurut (http://www.kalbefarma.com)
  1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
    • Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
    • Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
    • Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
    • Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
    • Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
  2. Penyakit SSP :
    • Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
    • Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
    • Trauma kepala/ labirin.
    • Tumor.
    • Migren.
    • Epilepsi.
  3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
  4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
  5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
  6. Intoksikasi.

C. Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (http://www.kalbefarma.com).


D. Klasifikasi Vertigo

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
  1. Vertigo paroksismal
    Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
    • Yang disertai keluhan telinga :
      Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
    • Yang tanpa disertai keluhan telinga :
      Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
    • Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :
      Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
  2. Vertigo kronis
    Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
    • Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
    • Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
    • Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
  3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan menjadi :
    • Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
    • Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi :
  1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
  2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.

D. Manifestasi klinik

Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.


E. Pemerikasaan Penunjang
  1. Pemeriksaan fisik :
    • Pemeriksaan mata
    • Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
    • Pemeriksaan neurologik
    • Pemeriksaan otologik
    • Pemeriksaan fisik umum.
  2. Pemeriksaan khusus :
    • ENG
    • Audiometri dan BAEP
    • Psikiatrik
  3. Pemeriksaan tambahan :
    • Laboratorium
    • Radiologik dan Imaging
    • EEG, EMG, dan EKG.

F. Penatalaksanaan Medis

Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) :
Terdiri dari :
  1. Terapi kausal
  2. Terapi simtomatik
  3. Terapi rehabilitatif.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VERTIGO


A. Pengkajian
  1. Aktivitas / Istirahat
    • Letih, lemah, malaise
    • Keterbatasan gerak
    • Ketegangan mata, kesulitan membaca
    • Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
    • Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
  2. Sirkulasi
    • Riwayat hypertensi
    • Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
    • Pucat, wajah tampak kemerahan.
  3. Integritas Ego
    • Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
    • Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
    • Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
    • Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
  4. Makanan dan cairan
    • Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
    • Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
    • Penurunan berat badan
  5. Neurosensoris
    • Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
    • Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
    • Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
    • Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
    • Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
    • Perubahan pada pola bicara/pola pikir
    • Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
    • Penurunan refleks tendon dalam
    • Papiledema.
  6. Nyeri/ kenyamanan
    • Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
    • Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
    • Fokus menyempit
    • Fokus pada diri sendiri
    • Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
    • Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
  7. Keamanan
    • Riwayat alergi atau reaksi alergi
    • Demam (sakit kepala)
    • Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
    • Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
  8. Interaksi sosial
    • Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.
  9. Penyuluhan / pembelajaran
    • Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
    • Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.

B. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, 1999:2021)
  1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
  2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
  3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
  • Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
  • Tanda-tanda vital normal
  • pasien tampak tenang dan rileks.

Intervensi :
  • Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
    Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
  • Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
    Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
  • Atur posisi pasien senyaman mungkin
    Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
  • Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
    Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
  • Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
    Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil :
  • Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
  • Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki.
  • Mengkaji situasi saat ini yang akurat
  • Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.
Intervensi :
  • Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
    Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
  • Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
    Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.
  • Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.
    Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
  • Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.
    Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
  • Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
  • Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
    Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
  • Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
    Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
  • Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
    Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
  • Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
    Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
  • Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
    Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
  • Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.
    Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.

C. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Carpenito, 1999:28)
Tujuan Pemulangan pada vertigo adalah :
  1. Nyeri dapat dihilangkan atau diatasi.
  2. Perubahan gaya hidup atau perilaku untuk mengontrol atau mencegah kekambuhan.
  3. Memahami kebutuhan atau kondisi proses penyakit dan kebutuhan terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14415 Terapi Akupunktur untuk Vertigo.pdf/144_15TerapiAkupunkturuntukVertigo.html
Kang L S,.
Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta, 2004.



Download Askep lainnya..





SIROSIS HEPATIS

1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
*      Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
*      Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
*      Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

3. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.






4. Tanda dan Gejala
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.

5. Pemeriksaan penunjang
  • Pemeriksaan Laboratorium
    1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
    2. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
    3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
    4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
    5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
    6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
    7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
    8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

  1. Pengkajian
    • Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
    • Riwayat Kesehatan Sebelumnya
      Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.

    • Riwayat Kesehatan Keluarga
      Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.


    • Riwayat Tumbuh Kembang
      Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.

    • Riwayat Sosial Ekonomi
      Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.

    • Riwayat Psikologi
      Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).



    • Pemeriksaan Fisik
      • Kesadaran dan keadaan umum pasien
        Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
      • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
        TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
        1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
        2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
          -Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
          -Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
        3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.

  1. Masalah Keperawatan yang Muncul
    1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
    2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
    3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

  1. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan : Status nutrisi baik
Intervensi :
    • Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
      Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
    • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
      Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
    • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
      Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral.
      Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
    • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
      Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
    • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
      Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
    • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
      Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
    • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
      Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
    • Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
      Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.
      Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
    • Kolaborasi pemberian antiemetik
      Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.


Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
    • Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
      Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
    • Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
      Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
    • Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
      Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
    • Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
      Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.


Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
    • Batasi natrium seperti yang diresepkan.
      Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
    • Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
      Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
    • Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
      Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
    • Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
      Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
    • Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
      Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
    • Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
      Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Alexander, Fawcett, Runciman.
(2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.

Download Askep lainnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar